Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI JAMBI
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
5/Pid.Pra/2023/PN Jmb SUKIRNO BIN WARSIMIN Kepala Kepolisian Republik Indonesia C.q. Kepala Kepolisian Daerah Jambi Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 30 Mar. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 5/Pid.Pra/2023/PN Jmb
Tanggal Surat Rabu, 29 Mar. 2023
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1SUKIRNO BIN WARSIMIN
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Republik Indonesia C.q. Kepala Kepolisian Daerah Jambi
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Jambi, 29 Maret 2023

Perihal        : Permohonan Pra Peradilan

 

Kepada Yth.

Ketua Pengadilan Negeri Jambi

Di-

          Jl. Jend. A. Yani No. 16, Kec. Telanaipura,

          Kota Jambi, Provinsi Jambi

 

Dengan hormat,

Kami yang bertanda tangan dibawah ini :

FRANDY SEPTIOR NABABAN, S.H.
OMAR SYARIF ABDALLA, S.H.
NURROMALIA, S.H.
WISNU EKA SAPUTRA, S.H. M.H.

Masing-masing Advokat / Pengacara dari Kantor Advokat / Penasehat Hukum LBH PRANATA IUSTITIA JAMBI, yang beralamat di Jl. Prof. Dr. HM. Yamin, SH, No. 13, RT. 19, Kel. Lebak Bandung, Kec. Jelutung, Kota Jambi, Email: Legal_occupation@yahoo.co.id No. Hp.: 081374482349. Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor : 04/Pid/LBH-PRANATA IUSTITIA/III/2023, tanggal 24 Maret 2023 dengan identitas :

Nama                      : SUKIRNO BIN WARSIMIN

Tempat/Tgl Lahir     : Nipah Panjang, 02 Februari 1968

Jenis Kelamin         : Laki-Laki

Pekerjaan                : Wiraswasta

Kewarganegaraan    : Indonesia

Alaamat                            : RT.03, Desa Betung, Kec. Kumpeh, Kab. Muaro Jambi,   

  Prov. Jambi

Untuk selanjutnya disebut sebagai PEMOHON.

 

Dengan ini mengajukan Permohonan Pra Peradilan terhadap:

Pemerintah Republik Indonesia C.q. Kepala Kepolisian Republik Indonesia C.q. Kepala Kepolisian Daerah Jambi yang beralamat di Jl. Jend. Sudirman No. 45, Kel. Tambak Sari, Kec. Jambi Selatan, Kota Jambi, Prov. Jambi.

Untuk selanjutnya disebut sebagai TERMOHON.

 

Adapun alasan-alasan PEMOHON dalam mengajukan PERMOHONAN PRA PERADILAN adalah sebagai berikut :

DASAR HUKUM

Bahwa Permohonan Pra Peradilan ini diajukan berdasarkan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dalam Pasal 77 huruf a, berbunyi sebagai berikut : Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini tentang : Sah tidaknya Penangkapan, Penahanan, Penghentian Penyidikan atau Penghentian Penuntutan.
Pasal 79 KUHAP berbunyi sebagai berikut : Permintaan Pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu Penangkapan atau Penahanan diajukan oleh Tersangka, keluarga atau Kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya.
Bahwa Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi ( MK ) Nomor : 21 / PUU-XII /2014. Dalam Putusan MK tersebut dinyatakan bahwa Pasal 77 KUHAP tentang Obyek Pra Peradilan ditambah tentang Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan sebagai Obyek Pra Peradilan, selain itu MK juga mengubah Pasal 1 angka 14 KUHAP, Pasal 17 KUHAP dan Pasal 21 Ayat (1) KUHAP. Oleh karena itu penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Pra Peradilan, dan untuk itu Keberatan atas Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon diajukan ke Muka Persidangan Pengadilan Negeri Yang berwenang untuk itu.

 

KRONOLOGI KASUS

Bahwa pada tanggal 24 Januari sekira pukul 20:30 WIB Sdr. Medi Silvani bersama tim lainnya selaku polisi yang mengalami, mengetahui, menemukan langsung peristiwa dugaan tindak pidana yang diduga dilakukan Pemohon Sukirno sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, kemudian langsung mengamankan Tersangka ke Polda Jambi dan pada tanggal 25 Januari 2023 Sdr. Medi Silviani membuat Laporan Polisi dan melimpahkan ke kesatuan Ditreskrimum;
Bahwa berdasarkan laporan Sdr. Medi Silvani dengan Nomor Laporan : LP/A-01/I/2023/DITRESKRIMUM POLDA JAMBI, tertanggal 25 Januari 2023, maka sebagaimana menurut Perkapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana maka laporan tersebut adalah Model A dimana diatur dalam Pasal 3 Ayat (5) huruf a yang menyatakan : “Laporan Polisi Model A, yaitu laporan polisi yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi”;
Bahwa laporan model A ini adalah dapat dikatakan sebagai peristiwa tertangkap tangan langsung oleh Kepolisian sehingga dapat diproses dengan segera sebagaimana diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dalam Pasal 18 Ayat (2) yaitu “dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkapan harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat” dan ayat (3) yaitu “Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan”;
Bahwa dalam prosesnya karena kasus ini menurut Pemohon adalah kasus yang diketahui tertangkap tangan, maka kami menunggu tembusan surat penangkapan, penahanan, dan penetapan Tersangka sesegera mungkin, namun tidak kunjung diberikan;
Sampai akhirnya pada tanggal 6 Maret 2023 Pemohon mendapat surat Tembusan Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan dan Pemohon diterangkan sebagai Tersangka, dan kemudian pada tanggal Pemohon memberikan kuasa kepada Penasehat Hukum Pemohon tertanggal 8 Maret 2023, dan kemudian Pemohon diperiksa dan diambil keterangan sebagai Tersangka pada tanggal 14 Maret 2023 tanpa dampingan Kuasa Hukum dan pada tanggal 14 Maret 2023 Penasehat Hukum membuat surat pemeriksaan ulang yang kemudian menyerahkan surat tersebut ke Kepolisian Daerah Jambi pada tanggal 15 Maret 2023;
Bahwa pada tanggal 24 Maret 2023 Pemohon kembali diperiksa oleh Penyidik dihadapan Penasehat Hukum sekaligus Penyidik menyerahkan surat Tembusan Pemberitahuan Penetapan Tersangka Tertanggal 21 Maret 2023 dengan Nomor : R/35.a/III/RES.1.24./2023/Ditreskrimum dan didalam surat tersebut pula diterangkan pada angka 1 huruf f mengenai Surat Ketetapan Penetapan Tersangka  Nomor : S.Tap/35/III.1.24./2023/Ditreskrimum tertanggal 21 Maret 2023;
Bahwa pada tanggal 25 Maret 2023 diterbitkan surat Pemberitahuan Penangkapan dan Penahanan Nomor B/31/III/RES.1.8./2023/Ditreskrimum dengan Lampiran Surat Perintah Penangkapan Nomor : Sp.Kap/35/III/RES.1.24./2023/Ditreskrimum tertanggal 25 Maret 2023 dan surat perintah penahanan nomor : SP. Han/28./III/RES.1.24./2023/Ditreskrimum Tertanggal 25 Maret 2023 yang ditujukan kepada isteri Pemohon yaitu Sdri. Rika Oktaviani namun yang menerima adalah Pemohon Sukirno sendiri;

 

URAIAN POKOK PERMOHOHAN PRA PERADILAN

Alasan Tidak sahnya penetapan Tersangka

Yang Mulia Hakim perlu kami sampaikan bahwa keadilan harus ditegakkan seterang-terangnya, maka kami akan menerjemahkan ketidaksahan Penetapan Tersangka berdasarkan pengaturan yang sebagaimana mestinya yaitu :

Laporan Polisi Model A sebagai peristiwa Tertangkap Tangan

Bahwa diketahui Laporan Polisi Sdr. Medi Silvani terhadap Sukirno Bin Warsimin (Pemohon) dengan Nomor Laporan : LP/A-01/I/2023/DITRESKRIMUM POLDA JAMBI merupakan Laporan Polisi Model A;
Berdasarkan Perkapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana dalam Pasal 3 Ayat (5) huruf a  menyatakan “Laporan Polisi Model A, yaitu laporan polisi yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi”.
Bahwa laporan model A ini adalah dapat dikatakan sebagai peristiwa tertangkap tangan langsung oleh Kepolisian sehingga dapat diproses dengan segera sebagaimana diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dalam Pasal 1 angka 19 KUHAP “tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana atau dengan segera sesudah beberapa saat setelah tindak pidana itu dilakukan atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana”.
Bahwa berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 dalam Pasal 25 Ayat (2) diatur “Penetapan Tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui mekanisme gelar perkara, kecuali tertangkap tangan”, maka itu sudah seharusnya seketika pada kejadian perkara tertanggal 24 Januari 2023 dan laporan Sdr. Medi Silvani tertanggal 25 Januari 2023 sudah seharusnya diproses langsung ditetapkan sebagai Tersangka karena hal tertangkap tangan;

 

Tindakan Penyidik tidak mengategorikan Peristiwa tersebut sebagai Tertangkap Tangan adalah sebuah rekayasa perkara dan merupakan tindakan kesewenang-wenangan (Abuse Of Power).

Bahwa setelah peristiwa tertanggal 24 Januari 2023 dan laporan Sdr. Medi Silvani pada tanggal 25 Januari 2023 ternyata tidak diproses sebagaimana mestinya yaitu dengan pola proses tertangkap tangan, namun proses tidak tertangkap tangan dimana hal ini terlihat tidak adanya surat penangkapan sajam segera setelah kejadian tersebut berlangsung, kemudian hingga pada tanggal 6 Maret 2023 keluarlah surat tembusan SPDP kepada pemohon dimana tembusan tersebut ditujukan kepada Pemohon dengan status sebagai Tersangka;
Bahwa tindakan Penetapan Tersangka ini dilanjutkan kepada proses penangkapan dan penahanan pada tanggal 25 maret 2023 sesuai surat B/31/III/RES.1.8./2023/Ditreskrimum  kemudian diketahui dalam surat tersebut dasar proses penangkapan dan penahanan ini berdasarkan Pasal 5 Ayat (2), Pasal 7 Ayat (1) huruf d, Pasal 11, Pasal 16, Pasal 18 Ayat (1) dan Pasal 19 Ayat (2), dan dasar hukum tersebut tidak memuat Pasal 18 Ayat (2) dan Ayat (3) sehingga proses pada kasus ini dilakukan dengan pola tidak tertangkap tangan;
Bahwa dari hal tersebut diatas Polisi sebagai Penyidik sengaja merekayasa perkara ini sedemikian rupa seolah-olah bukan dalam hal tertangkap tangan, sehingga apapun motif aparat Kepolisian (Termohon) ini sebagai penyidik maupun penyidik pembantu adalah merupakan tindakan kesewenang-wenangan (Abuse Of Power);

 

Kaburnya Penetapan Tersangka

Bahwa di dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor : SPDP/26/III/RES.1.24./2023/Ditreskrimum tanggal 6 Maret 2023, Pemohon telah ditetapkan menjadi Tersangka sebagaimana Tembusan dalam Poin 6 SPDP yang ditujukan kepada Pemohon (Tersangka SUKRINO Bin WARSIMIN). Dengan ditujukannya Pemohon Sebagai Tersangka melalui tembusan di dalam SPDP (Tersangka SUKIRNO Bin WARSIMIN), memperlihatkan Pemohon telah ditetapkan sebagai Tersangka dalam SPDP tanggal 06 Maret 2023 atau sebelum tanggal tersebut.
Bahwa menurut keterangan Pemohon kepada Kuasa Hukumnya, Termohon melakukan Pemeriksaan Tersangka terhadap Pemohon pada tanggal 14 Maret 2023, yang saat itu dilakukan tanpa ada pemberitahuan dan pendampingan  oleh Kuasa Hukum Tersangka atau Pemohon, padahal pada tanggal 08 Maret 2023 Penasehat Hukum telah menyampaikan Surat Kuasa tersebut kepada Sdr. Handoko yang saat itu menyampaikan “bahwa surat kuasa dititipkan saja ke dia, karena tim penyidik atas perkara pemohon tersebut belum dibentuk”.
Berdasarkan Pemeriksaan yang dilakukan tanpa pendampingan tersebut, kemudian Penasehat Hukum Pemohon membuat surat pada tanggal 14 Maret 2023 Permohonan untuk dilakukan Pemeriksaan Ulang Pemohon sebagai Tersangka dan diberikan kepada Kepolisian secara resmi tertanggal 15 Maret 2023.
Bahwa atas surat Permohonan Pemeriksaan Ulang Pemohon sebagai Tersangka, kemudian direspon oleh Termohon dan baru memberikan tembusan Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka yang di tujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi Nomor: R/35.a/III/RES.1.24./2023/ Ditreskrimum tertanggal 21 Maret 2023 pada tanggal 24 Maret 2023, akan tetapi Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka yang langsung ditujukan kepada Pemohon Nomor : S.Tap/35/III/RES.1.24./2023/Ditreskrimum tanggal 21 Maret 2023 atas nama SUKIRNO Bin WARSIMIN hingga saat ini tidak diterima oleh Pemohon;
Bahwa merujuk dalam Perkapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana Pasal 14 Ayat (3) yaitu “Identitas tersangka sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) huruf d, tidak perlu dicantumkan dalam SPDP, bila Penyidik belum dapat menetapkan tersangka”, oleh karena itu berdasar aturan ini maka diketahui dalam SPDP nomor SPDP/26/III/RES.1.24./2023/Ditreskrimum tanggal 6 Maret 2023 telah diuraikan Pemohon atas nama Sukirno Bin Warsimin sebagai Tersangka, dihubungkan dengan frasa “Penyidik belum dapat menetapkan tersangka” dapat ditafsirkan bahwa SPDP tersebut telah membuktikan bahwa penyidik telah menetapkan Tersangka, dan hal ini juga dapat dilihat tembusan SPDP pada poin 6 juga disebutkan Tersangka atas nama Sukirno Bin Warsimin (Pemohon);
Bahwa ternyata ada ketidaksinkronan antara keterangan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan nomor: SPDP/26/III/RES.1.24./2023/Ditreskrimum tanggal 6 Maret 2023 dengan Penetapan Tersangka S.Tap/35/III/RES.1.24./2023/Ditreskrimum tanggal 21 Maret 2023 dimana surat SPDP telah menerangkan status hukum Pemohon sebagai Tersangka pada tanggal 6 maret 2023 dan anehnya ternyata Penetapan Tersangkanya adalah pada tanggal 21 maret 2023 ;
Bahwa sehingga Penetapan Tersangka ini menjadi ketidakjelasan dan beralasan pula dinyatakan tidak sahnya Penetapan Tersangka Pemohon.
Bahwa disamping itu ketidaksinkronan inilah yang menjadi salah satu bukti ketidakprofesionalan Kepolisian dalam menangani perkara ini, dan hal ini pula yang mewujudkan pembuktian adanya rekayasa dan tindakan kesewenangan tehadap Pemohon. (Motif ini selanjutnya akan Pemohon terangkan dalam pembahasan lain);
Sebagai Informasi ketidakjelasan Surat Penetapan Tersangka ini juga dalam beberapa surat berbeda dimana dalam surat Tembusan Pemberitahuan Penetapan Tersangka Nomor : R/35.a/III/RES.1.24./2023/Ditreskrimum diterangkan nomor surat penetapan tersangka adalah Nomor : S.Tap/35/III/RES.1.24./2023/Ditreskrimum NAMUN dalam Surat Perintah Penahanan Nomor : SP.Han/28/III/RES.1.24./2023/Ditreskrimum diterangkan nomor surat penetapan tersangka adalah Nomor : S.Tap/35/III/RES.1.8./2023/Ditreskrimum, maka karena surat penetapan tersangka ini tidak diberikan kepada Tersangka akhirnya menimbulkan ketidakpastian hukum, dan oleh karena itu haruslah penetapan tersangka tersebut dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.

 

Tidak cukup Bukti Penetapan Tersangka

Bahwa berdasarkan penetapan Tersangka yang tidak jelas maka seluruh rangkaian pemeriksaan baik pemeriksaan saksi dan atau penyitaan barang bukti menjadi tidak sah (selanjutnya uraian penyitaan pada pembahasan tersendiri);
Bahwa pada tanggal 24 Maret 2023 dihadapan Penasehat Hukum Pemohon, Pemohon diperiksa sebagai Tersangka dan karena ketidak jelasan status Tersangka ini pula yang meyakini Pemohon seluruh rangkaian pembuktian adalah tidak sah dan tidak cukup untuk menyatakan Pemohon sebagai Tersangka;
Bahwa terbukti di hadapan Penasehat Hukum Pemohon, Berita Acara Penyitaan juga baru ditandatangani oleh Pemohon sebagai Tersangka.
Bahwa oleh karena itulah Pemohon menolak dan menyatakan Penetapan Tersangka tidak cukup bukti dan prematur serta malah terkesan hanya rekayasa kriminalisasi Pemohon.

 

Bahwa oleh karena alasan huruf a, b, c, dan d diatas maka dapat disimpulkan Penetapan Tersangka Pemohon tidak mencerminkan Kepastian Hukum dan Keadilan bagi Pemohon oleh karena itulah Mohon Hakim yang memeriksa Permohonan Pra Peradilan ini menyatakan tidak sah Penetapan Tersangka Pemohon.

 

Tidak sahnya Penangkapan

Penerapan Penangkapan yang seharusnya sesuai Model A dalam kaitannya terhadap Tertangkap Tangan

Bahwa pada 24 Januari 2023 sekira pukul 20.30 WIB yang berlokasi di Perumahan Yumna Kasang Pudak, Kab. Muaro jambi, Provinsi Jambi Briptu Medi Silvani yang sedang melaksanakan tugas Kepolisian kemudian mengaku menyaksikan langsung dugaan tindak pidana menguasai, membawa, dan menyembunyikan senjata penikam atau senjata penusuk tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang diduga dilakukan oleh Pemohon. Kemudian Briptu Medi Silvani bersama anggota melakukan upaya tangkap tangan terhadap Pemohon. Peristiwa ini di terjemahkan kepada peristiwa tertangkap tangan karena terpenuhinya unsur Pasal 1 angka 19 KUHAP sebagaimana yang dijabarkan dan didukung dengan terbitnya Laporan Polisi Model A yang dilaporkan oleh Briptu Medi Silvani.
Bahwa atas peristiwa yang terjadi tersebut, kemudian Briptu Medi Silviani membuat Laporan polisi Nomor: LP/A-01/I/2023/DITRESKRIMUM POLDA JAMBI, tanggal 25 Januari 2023, pelapor a.n Medi Silvani.
Berdasarkan Perkapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana dalam Pasal 3 Ayat (5) huruf a  menyatakan “Laporan Polisi Model A, yaitu laporan polisi yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi”.
Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 18 Perkapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana menyatakan “Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana atau dengan segara sesudah beberapa saat setelah tindak pidana itu dilakukan atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya diketemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu”.
Kemudian dalam Pasal 18 Ayat (2) KUHAP diatur yaitu “dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkapan harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat” dan Ayat (3) yaitu “Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan”; Bahwa berdasarkan Putusan Perkara Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-XI/2013, menyatakan bahwa pemaknaan kata “segera” dalam Pasal 18 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 dimaknai “tidak lebih dari 7 (tujuh) hari”. Artinya surat penangkapan harus diserahkan 7 hari setelah tertangkap tangan. Akan tetapi, pada faktanya Surat Penangkapan baru diterbitkan pada tanggal 25 Maret 2023.

 

Penangkapan Tidak sah

Bahwa atas Tertangkap Tangannya Pemohon, maka berdasarkan Pasal 19 Ayat (1) KUHAP menyatakan “Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dapat dilakukan untuk paling lama satu hari”. Oleh karena hal tersebut Penangkapan tidak boleh lebih dari satu hari. Untuk itu, harus secepat mungkin dilakukan Penetapan Tersangka. Jika tidak, maka penangkapan menjadi tidak sah dan seharusnya terduga dilepaskan demi hukum.
Bahwa kemudian pada tanggal 25 Maret 2023, Termohon mengeluarkan surat pemberitahuan terkait penangkapan dengan Nomor: B/31/III/RES.1.8/2023/Ditreskrimum.
Bahwa yang menjadi rujukan dalam surat Pemberitahuan Penangkapan dan Penahanan tersebut, pada bagian rujukan, surat tersebut mengacu pada:

Rujukan :

Pasal 5 Ayat (2), Pasal 7 Ayat (1) Huruf d, Pasal 11, Pasal 16, Pasal 18 Ayat (1) dan Pasal 19 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Bahwa Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menyatakan bahwa “Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada Tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas Tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang di sangkakan serta tempat ia diperiksa”, maka Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 merupakan Pasal yang ditujukan kepada peristiwa penangkapan.
Bahwa terhadap Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 yang dijadikan sebagai rujukan dalam penangkapan Pemohon merupakan dasar yang tidak tepat, karena peristiwa penangkapan Pemohon merupakan peristiwa tertangkap tangan.
Bahwa rujukan yang seharusnya digunakan sebagai acuan dalam prosedur penangkapan oleh Termohon adalah yaitu Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 yang menyatakan, “Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat”. Karena peristiwa penangkapan ini memenuhi unsur dari tertangkap tangan sebagaimana yang telah dijelaskan.
Bahwa tembusan Surat Perintah Penangkapan diberikan kepada keluarga Pemohon pada tanggal 25 Maret 2023. Dengan terlambatnya penyerahan Surat Perintah Penangkapan kepada keluarga Pemohon, hal ini pun menyebabkan kerugian terhadap hak Pemohon dalam menentukan tindakan hukum apa yang akan dilakukan oleh pihak Pemohon.
Bahwa Penangkapan terhadap Pemohon dilakukan oleh Termohon dengan dugaan tindak pidana menguasai, membawa, menyembunyikan senjata penikam atau senjata penusuk tanpa izin pada tanggal 24 Januari 2023 namun surat pemberitahuan penangkapan baru diserahkan kepada keluarga Pemohon pada tanggal 25 Maret 2023 (61 hari setelah dilakukan penangkapan). Hal ini tidak memenuhi prosedur dari pemaknaan kata “segera” sebagaimana Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-XI/2013.
Bahwa pasca dilakukannya penangkapan terhadap Pemohon pada tanggal 24 Januari 2023 dan diserahkannya Surat Perintah Penangkapan kepada keluarga Pemohon pada tanggal 25 Maret 2023, ternyata Pemohon diproses pada perkara lain dan harus menjalani hari-hari di tahanan selama 61 (enam puluh satu) hari. Yang mana selama berada di tahanan, Pemohon tidak mendapat kebebasan hingga menunggu kepastian terkait Penetapan Status Tersangka terhadap Pemohon.
Bahwa menurut Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 turut mengatur mengenai batas waktu penangkapan yang tidak boleh lebih dari 1 hari. Untuk itu, dalam 1x24 jam harus segera mentukan untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka atau melepaskan Pemohon dan pada faktanya tidak ada pemberitahuan Penetapan Tersangka pada keesokan harinya yaitu tanggal 25 Januari 2023, yang terjadi adalah Pemohon di tahan sejak tanggal 24 Januari 2023 sampai 25 Maret 2023 dengan dugaan perkara lain.
Bahwa melihat banyaknya ketidaksesuaian antara fakta-fakta yang terjadi dengan prosedur serta ketentuan hukum yang seharusnya diterapkan, maka penangkapan tersebut adalah tidak sah.
Bahwa prosedur yang dilakukan oleh Termohon terhadap Penangkapan Pemohon merupakan prosedur yang tidak sesuai dan merugikan hak-hak Pemohon. Oleh karena itulah beralasan pula Penangkapan Tersangka tersebut adalah tidak sah karena patut diduga hal ini hanya bagian dari rekayasa Kepolisian dalam menangani kasus lain yang terkait dengan Pemohon, dan hal ini pula lah yang disebutkan sebagai upaya Kriminalisasi.

 

Tidak Sahnya Penahanan

Laporan Polisi Model A dalam kaitannya terhadap tidak sahnya Penahanan

Berdasarkan Perkapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana dalam Pasal 3 Ayat (5) huruf a  menyatakan “Laporan Polisi Model A, yaitu Laporan Polisi yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi”.
Bahwa laporan model A ini adalah dapat dikatakan sebagai peristiwa tertangkap tangan langsung oleh Kepolisian sehingga dapat diproses dengan segera sebagaimana diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dalam Pasal 18 Ayat (2) yaitu “dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkapan harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat” dan Ayat (3) yaitu “Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan”;
Bahwa oleh karena Laporan Polisi Sdr. Medi Silvani dengan Nomor Laporan : LP/A-01/I/2023/DITRESKRIMUM POLDA JAMBI merupakan Laporan Polisi Model A, maka Penangkapan terhadap Pemohon merupakan Tertangkap Tangan yang mana berdasarkan  Pasal 1 angka 19 KUHAP “tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana atau dengan segera sesudah beberapa saat setelah tindak pidana itu dilakukan atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana”.
Bahwa atas Tertangkap Tangannya Pemohon, maka berdasarkan Pasal 19 Ayat (1) KUHAP menyatakan “Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dapat dilakukan untuk paling lama satu hari”. Oleh karena hal tersebut Penangkapan tidak boleh lebih dari satu hari. Untuk itu, harus secepat mungkin dilakukan penyerahan Tersangka kepada penyidik agar dapat dikeluarkan Penetapan Tersangka.
Bahwa oleh karena Pemohon Tertangkap Tangan pada tanggal 24 Januari 2023, seharusnya Termohon seketika mengeluarkan Surat Penetapan Tersangka. Oleh karena telah ditetapkannya Penetapan Tersangka maka Pemohon dapat ditahan. Namun, sejak ditangkap pada tanggal 24 Januari 2023 Termohon baru mengeluarkan SPDP tanggal 06 Maret 2023, Pemberitahuan Penetapan Tersangka dan Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka tanggal 21 Maret 2023. Hal ini memperlihatkan jauhnya jarak penetapan Tersangka yang dikeluarkan oleh Termohon sejak Pemohon ditangkap. Namun, Pemohon tetap ditahan oleh Termohon meskipun surat penahanan atas perkara a quo tidak dikeluarkan Termohon pada saat itu yang menimbulkan tidak sahnya Penahanan yang dilakukan oleh Termohon.

 

Kabur dan tidak sahnya Proses Penahanan

Bahwa Termohon menerbitkan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/28/III/RES.1.24/2023/Ditreskrimum pada tanggal 25 Maret 2023.
Bahwa Surat Perintah Penahanan yang diterbitkan oleh Termohon pada tanggal 25 Maret 2023 tersebut dinyatakan tidak sah, karena saat tertangkap tangan Pemohon tidak langsung ditetapkan sebagai Tersangka dan tidak langsung dikeluarkan Surat Perintah Penahanan. Padahal sejak Tertangkap Tangan hingga diterbitkan Surat Perintah Penahanan Pemohon tetap ditahan di Polda Jambi.
Bahwa berdasarkan Pasal 24 KUHAP Jo Pasal 25 KUHAP  mengenai jangka waktu Penahanan dan dihubungkan dengan penahanan yang dialami oleh Pemohon yang ternyata dialihkan ke penahanan perkara lain maka hal ini pula yang merugikan Pemohon dan merasa tertipu oleh pemrosesan Kepolisian terhadap Pemohon, dan hari-hari penahanan dijalani dengan menggantung perkara ini menjadi tidak jelas, dan seharusnya masa Penahanan saat ini adalah tidak sah.

 

 

Tidak Sahnya Penyitaan

Bahwa berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang penyidikan tindak pidana, yang mana dalam Pasal 3 Ayat ( 5) huruf a yang berbunyi  ;

“Laporan polisi sebagimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, terdiri atas: Laporan polisi model A, yaitu laporan polisi yang dibuat oleh anggota polri yang mengalami, mengetahui, atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi; dan Dengan demikian, pelapor pada saat kejadian merupakan orang yang mengalami, mengetahui atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi. Dengan kata lain, Pemohon tertangkap tangan pada saat kejadian tersebut.

Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 19 KUHAP  : “Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.”. Maka apabila merujuk pada waktu kejadian yang terjadi pada tanggal 24 Januari 2023 seharusnya terhadap Pemohon telah dilakukan penangkapan, penahanan dan penyitaan terhadap benda yang di gunakan oleh Pemohon.
Bahwa penyitaan yang dilakukan penyidik terhadap pisau Pemohon yang di lakukan pada tanggal 24 Maret 2023, dimana Berita Acaranya tidak diserahkan kepada Pemohon, maka hal ini jelas bertentangan dengan ketentuan Pasal 38 ayat (2) KUHAP yang berbunyi :

“Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat ijin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.”

Perlu diketahui, bahwa dalam ketentuan pasal tersebut mengandung kata “SEGERA” yang menurut Kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti : Lekas; Lekas-lekas; Buru-Buru; Tergesa-gesa; Cepat (tentang peralihan waktu). Maka seharusnya penyitaan dapat di lakukan pada tanggal 25 Januari 2023 untuk mendapatkan persetujuan Ketua Pengadilan Negeri, olehkarena itu penyitaan yang di lakukan oleh penyidik pada tanggal 24 Maret 2023 adalah “TIDAK SAH”.

 

REKAYASA PERKARA TERHADAP KEPENTINGAN PERKARA LAIN

Yang Mulia Hakim kami kira ada perlunya kami mengemukakan motif dari tindakan kesewenangan Termohon kepada hak-hak Pemohon demi tegaknya keadilan.
Bahwa pada awalnya Sdr. Medi Silvani dkk atau anggota Kepolisian yang menangani kasus Pencurian dengan Pemberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 363 KUHP Subsider Pasal 362 KUHP berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/B-163/VII/2022/SPKT-B POLDA JAMBI tanggal 21 Juli 2022 atas nama Pelapor Sukendro Bin Ali Pasan. Dimana pada tanggal 24 Januari 2023 dilakukan upaya paksa terhadap Pemohon yang kemudian dilakukan proses hukum kepada Pemohon hingga pada tanggal 25 Maret 2023 masa Penahanan Pemohon habis dan Lepas Demi Hukum.
Bahwa oleh karena masa Penahanan Pemohon pada kasus Pencurian dengan Pemberatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 363 KUHP Subsider Pasal 362 KUHP telah habis dan tidak mempunyai cukup bukti, maka Termohon menaikkan kasus senjata tajam berdasarkan Laporan Nomor: LP/A-01/I/2023/DITRESKRIMUM POLDA JAMBI. Hal inilah yang merupakan Rekayasa Perkara dan bentuk kesewenang-wenangan dari Pihak Kepolisian (Abuse of Power).
Bahwa menurut Yopie Moria dalam buku sendi-sendi Hukum konstitusional karya Dr. Hotma P. Sibuea dan Dr. Hj. Asmak Ul Hasnah, Abuse Of Power adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang untuk mencapai kepentingan tertentu dan dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
Bahwa Menurut Soerjono Soekanto (1981:62), kriminalisasi merupakan tindakan atau penetapan penguasa mengenai perbuatan-perbuatan tertentu yang oleh masyarakat atau golongan-golongan masyarakat dianggap sebagai perbuatan yang dapat dipidana menjadi perbuatan pidana atau membuat suatu perbuatan menjadi perbuatan kriminal dan karena itu dapat dipidana oleh pemerintah dengan cara kerja atas namanya. Kemudian mengingat pula Pidato Sambutan Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo yang kerap kali mengingatkan Polri dalam acara “Pengarahan kepada Perwira Tinggi Mabes Polri, Kapolda dan Kapolres se-Indonesia” yaitu “Keluhan masyarakat terhadap anggota Polri kita, itu tugas Saudara-saudara semuanya. Jadi keluhan masyarakat terhadap Polri 29,7 persen itu, ini sebuah persepsi karena pungli, tolong ini anggota-anggota semuanya diredam untuk ini. Sewenang-wenang, tolong juga ini diredam pada anggota-anggota. Pendekatan-pendekatan yang represif, jauhi. Mencari-cari kesalahan, nomor yang ketiga, 19,2 persen. Dan yang keempat, hidup mewah yang tadi sudah saya sampaikan”, poin besarnya adalah “jauhi mencari-cari kesalahan”,(https://www.setneg.go.id/baca/index/sambutan_presiden_pada_pengarahan_kepada_perwira_tinggi_mabes_polri_kapolda_dan_kapolres_se_indonesia). Maka hal ini pula lah yang menjadikan pemaknaan Kriminalisasi hanya ajang untuk mencari-cari kesalahan yang jauh dari tujuan hukum yaitu kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan hukum;
Bahwa atas tindakan Termohon yang menaikkan kasus senjata tajam berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 merupakan tindakan yang menggunakan kewenangan untuk kehendaknya adalah bentuk kriminalisasi yang dilakukan terhadap Pemohon.
Bahwa perlu kami kemukakan kepada Yang Mulia bahwa sebenarnya dalam Pasal 10 Ayat (2) huruf c Perkapolri Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu DILARANG “merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggungjawabnya dalam rangka penegakan hukum”. Walaupun hal ini adalah ranah etik, namun menjadi penting kami kemukakan agar Yang Mulia turut merasakan makna KEADILAN dalam Larangan Rekayasa Kasus ini guna menjunjung tinggi Harkat dan Martabat Hak Asasi Manusia. Dan memaknai apa yang sedang dirasakan dan diperjuangkan oleh Pemohon yang notabene hanya rakyat kecil yang hidup dari bertani.

 

PETITUM

Bahwa berdasarkan hal-hal yang tersebut diatas, maka dengan ini Pemohon memohon Kepada Ketua Pengadilan Negeri Jambi cq. Hakim yang memeriksa dan mengadili Perkara ini, berkenan untuk memanggil Kami Kedua Belah Pihak untuk Menghadiri Persidangan di hari yang ditentukan oleh Pengadilan Negeri Jambi serta berkenan pula Memeriksa dan Mengadili dengan Memberikan Putusan dengan Amar sebagai berikut :

Menerima dan Mengabulkan Permohonan Pra Peradilan Pemohon untuk seluruhnya;
Menyatakan TIDAK SAH dan BATAL DEMI HUKUM PENETAPAN TERSANGKA Pemohon sebagaimana Surat Nomor : S.Tap/35/III/RES.1.24./2023/Ditreskrimum tanggal 21 Maret 2023 dan S.Tap/35/III/RES.1.8./2023/Ditreskrimum tanggal 21 Maret 2023 atas nama SUKIRNO Bin WARSIMIN;
Menyatakan TIDAK SAH dan BATAL DEMI HUKUM  PENANGKAPAN TERSANGKA Pemohon sebagaimana Surat Nomor : Sp.Kap/35/III/RES.1.24./2023 Ditreskrimum tanggal 25 Maret 2023 atas nama SUKIRNO Bin WARSIMIN
Menyatakan TIDAK SAH dan BATAL DEMI HUKUM PENAHANAN TERSANGKA Pemohon sebagaimana Surat Nomor : SP.Han/28/III/RES.1.24./2023/Ditreskrimum tanggal 25 Maret 2023 atas nama SUKIRNO Bin WARSIMIN;
Menyatakan TIDAK SAH dan BATAL DEMI HUKUM Penyitaan Barang Bukti Berupa Pisau Pemohon sebagaimana yang telah di ambil oleh Termohon pada tanggal 24 Maret 2023;
Menyatakan TIDAK SAH dan BATAL DEMI HUKUM segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon dan segala surat-surat berita acara yang berkaitan dengan proses dugaan tindak pidana laporan nomor : LP/A-01/I/2023/DITRESKRIMUM POLDA JAMBI tanggal 25 Januari 2023;
Memerintahkan kepada Termohon untuk mencabut status Tersangka Pemohon;
Menyatakan Pemohon Lepas demi Hukum dan memerintahkan Termohon untuk Melepaskan Pemohon dari Tahanan segera setelah putusan dibacakan;
Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
Menghukum Termohon untuk membayar biaya Perkara menurut Ketentuan Hukum yang  berlaku.

 

Atau

Apabila Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil-adilnya ( Ex Aequo Et Bono ).

Demikianlah Permohonan Pra Peradilan ini Pemohon ajukan, atas perhatian dan perkenanan Majelis Hakim mengabulkannya, Pemohon ucapkan terima kasih.

 

Hormat Kami

Kuasa Hukum Pemohon

 

 

 

FRANDY SEPTIOR NABABAN, S.H.              OMAR SYARIF ABDALLA, S.H.

 

 

 

 

NURROMALIA, S.H.                                      WISNU EKA SAPUTRA, S.H. M.H.

Pihak Dipublikasikan Ya